Scroll untuk baca artikel
Example 600x300
Nasional

Meresahkan, Kasus Grup Inses di Facebook Merajalela

33
×

Meresahkan, Kasus Grup Inses di Facebook Merajalela

Sebarkan artikel ini

Republikmata.c.id, Jakarta Di balik jagat maya yang kerap jadi ruang interaksi bebas, muncul satu sudut gelap yang menyulut kemarahan publik melalui grup Facebook bernama Fantasi Sedarah.

 

Example 600x300

Nama grup ini saja sudah cukup mengguncang, namun isinya jauh lebih mencengangkan, berisi konten bermuatan diduga kekerasan seksual terhadap anak dan relasi sedarah. Tak butuh waktu lama, potongan unggahan dari grup tersebut menyebar luas, memicu kehebohan dan dan mendorong aparat penegak hukum bergerak cepat.

 

Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri bersama Direktorat Siber Polda Metro Jaya tengah melakukan penyelidikan intensif.

 

“Sejak beberapa hari yang lalu sampai dengan hari ini Dittipidsiber Bareskrim Polri dan Ditsiber Polda Metro Jaya tengah melakukan penyelidikan mendalam terkait adanya Grup di Platform media sosial facebook tentang hubungan seksual sedarah (inses) yang sedang banyak dibicarakan masyarakat,” kata Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, Selasa (20/5/2025).

 

Dia pun mengungkapkan, tak hanya satu grup yang ramai dibicarakan publik diketemukan oleh pihak kepolisian. Total kini ada dua yang diidentifikasi.

 

“Grup tersebut antara lain Grup Fantasi Sedarah dan Suka Duka yang mempunyai ribuan member, dalam grup tersebut diketahui terdapat unggahan pornografi anak dan perempuan,” jelas Trunoyudo.

 

Menurut dia, pihak kepolisian telah berhasil mengidentifikasi profil beberapa pelaku yang terlibat aktif di grup tersebut, dan saat ini sedang dilakukan proses pengejaran di sejumlah lokasi.

 

“Saat ini profil dari pelaku telah diidentifikasi oleh pihak kepolisian dan sedang dalam proses pengejaran di beberapa tempat,” jelas Trunoyudo.

 

Dia pun menegaskan, dari upaya pihaknya, enam orang telah ditangkap. “Setelah beberapa hari melakukan penyelidikan secara intensif dan mendalam, Dittipidsiber Bareskrim Polri bersama Ditsiber Polda Metro Jaya telah berhasil mengungkap kasus Grup facebook Fantasi Sedarah dan Suka Duka dengan melakukan penangkapan terhadap enam orang pelaku,” ungkap dia.

 

Adapun, para pelaku disebut ditangkap di beberapa tempat baik di Pulau Jawa dan Sumatera. “Para pelaku di tangkap secara marathon di beberapa tempat di Pulau Jawa dan Sumatera,” jelas Trunoyudo.

 

Dia memastikan, mereka ditangkap dengan bukti kuat. Dari tangan para pelaku diamankan komputer, handphone, sim card, dokumen video dan foto serta barang bukti lainnya.

 

Namun demikian, lanjut Trunoyudo, mereka masih diperiksa untuk dilakukan pendalaman soal motif. Mereka saat ini ditempatkan di Markas Bareskrim Mabes Polri dan Polda Metro Jaya.

 

“Saat ini para pelaku diamankan di Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya, masih dilakukan pendalaman terkait motif dan potensi tindak pidana lain yang dilakukan,” kata dia.

 

Trunoyudo memastikan, kepolisian tidak menutup kemungkinan terkait potensi bertambahnya jumlah pelaku. Terkait identitas mereka, kepolisian akan merilisnya secara resmi besok di Bareskrim Polri.

 

“Polri tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah dari hasil pemeriksaan para pelaku. Penjelasan dan press release lengkap pengungkapan kasus ini akan dilakukan besok (21/5/2025) di Bareskrim Polri,” jelas dia.

BACA JUGA:  Masyarakat yang Rekeningnya Diblokir PPATK Bisa Ajukan Reaktivasi di Bank

 

Ajak Masyarakat Berperan Aktif

Senada, Kabag Penum Divhumas Polri Kombes Pol Erdi A. Chaniago menegaskan, Polri tidak akan mentolerir segala bentuk penyebaran konten seksual menyimpang, terlebih yang melibatkan anak di bawah umur.

 

Ia juga mengimbau masyarakat untuk tidak segan melaporkan temuan atau aktivitas mencurigakan di dunia maya.

 

“Kami mengajak masyarakat untuk turut berperan aktif dalam menjaga ruang digital yang sehat dan aman, serta melaporkan bila menemukan konten-konten yang menyimpang dan berpotensi melanggar hukum,” jelas Erdi.

 

Polri menyatakan komitmennya untuk terus melakukan patroli siber secara masif dan konsisten guna menciptakan ruang digital yang bersih, aman, dan bermartabat.

 

Telah Memenuhi Unsur Kriminal

Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) telah berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) Polri.

 

Sekretaris Kemen PPPA, Titi Eko Rahayu dalam keterangannya, Selasa (20/5/2025), berharap proses hukum harus ditegakkan demi memberi efek jera dan melindungi masyarakat, khususnya anak-anak dari dampak buruk konten menyimpang.

 

Pasalnya, keberadaan grup Facebook tersebuttelah memenuhi tindakan kriminal, berupa penyebaran konten bermuatan seksual, terutama yang melibatkan inses atau dugaan eksploitasi seksual, dan dapat dikenakan pasal-pasal dalam Undang-Undnag No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. ​​

 

“Keberadaan grup semacam ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai moral sekaligus mengancam keselamatan dan masa depan anak-anak Indonesia. Fantasi seksual yang melibatkan inses bukan hanya tidak pantas, akan tetapi juga dapat merusak persepsi publik terhadap hubungan keluarga yang sehat,” jelas Titi.

 

Dia mendorong Facebook sebagai platform digital untuk tanggap merespons dengan cepat terhadap konten yang melakukan eksploitasi seksual atau yang membahayakan perempuan dan anak. ​”Ada tanggung jawab etis dan hukum dari penyedia platform untuk menjaga ruang digital tetap aman dan bersih,” tegas Titi.

 

Menurutnya, dengan kemunculan ini pentingnya edukasi yang menyeluruh tentang literasi digital dan seksualitas yang sehat. Peran keluarga sebagai tempat utama dalam membentuk karakter, nilai moral, serta kebiasaan sosial anak sejatinya tidak tergantikan oleh apapun termasuk dengan kemajuan teknologi digital.

 

​​”Kemen PPPA dengan menggandeng pihak lain seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, Dinas PPPA di daerah dan para relawan sering melakukan kampanye literasi digital bagi anak dan orang tua agar lebih bijak dan waspada dalam penggunaan media sosial. Untuk itu, tidak henti-hentinya kami mendorong dan mengedukasi orang tua tentang pentingnya mendiskusikan aturan penggunaan internet dan mengenalkan anak pada cara melaporkan konten yang tidak sesuai,” ungkap Titi.

BACA JUGA:  RSUD Dr. Zubir Mahmud: Rumah Harapan Baru dari Ujung Timur Aceh

 

Menyalahi dari Sisi Agama

Sementara, Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kemenag, Arsad Hidayat, mengatakan, relasi antara mahram merupakan batas sakral yang tidak boleh dilanggar, baik dalam praktik nyata maupun dalam bentuk glorifikasi atau normalisasi di dunia digital.

 

“Larangan ini bersifat prinsipil karena menyangkut perlindungan terhadap harkat keluarga dan kelestarian fitrah manusia,” ujar Arsad dalam keterangannya, Selasa (20/5/2025).

 

Ia menegaskan, Islam secara tegas mengharamkan hubungan seksual maupun pernikahan dengan mahram. Larangan ini bukan hanya bersifat teologis, melainkan juga etis dan sosial.

 

“Menjadikan relasi mahram sebagai objek fantasi atau hiburan jelas menyimpang dari nilai-nilai syariat dan bertentangan dengan maqashid al-syari’ah, khususnya dalam menjaga keturunan (hifzh al-nasl),” tegasnya.

 

Kemenag menilai konten digital yang menormalisasi atau meromantisasi hubungan mahram, walaupun hanya berupa tulisan atau fantasi, berbahaya karena dapat memengaruhi cara pandang masyarakat terhadap batasan moral dan hukum.

 

“Fenomena semacam ini tidak boleh dianggap remeh. Ketika masyarakat dibiarkan terpapar tanpa edukasi yang benar, maka batas antara yang halal dan haram akan kabur,” ungkap Arsad.

 

Ia juga menegaskan bahwa larangan ini bukan sekadar persoalan fikih, melainkan bentuk perlindungan terhadap potensi penyimpangan sosial dan psikologis. “Secara medis, relasi seksual antar-mahram berisiko menyebabkan kelainan genetik. Secara sosial, hal itu menimbulkan trauma, konflik keluarga, bahkan stigma turun-temurun,” ujarnya.

 

Arsad mengingatkan, jika hubungan seksual antar-mahram terjadi dalam kenyataan, terlebih jika melibatkan unsur paksaan atau anak di bawah umur, maka pelaku dapat dikenai sanksi pidana. Negara tidak memberikan toleransi terhadap pelanggaran ini, meskipun dibungkus atas nama cinta, adat, atau kebebasan berekspresi.

 

“Apa pun bentuknya, entah itu pernikahan, hubungan seksual, maupun eksplorasi fantasi terhadap mahram, semuanya bertentangan dengan prinsip moral, agama, dan hukum. Kita tidak bisa membiarkan ini berkembang tanpa arah,” tegas Arsad.

 

Di tengah gempuran konten digital yang mengaburkan batas moral, Kemenag mengajak masyarakat untuk bersikap bijak dan kritis dalam menyaring informasi.

 

“Pemahaman yang utuh tentang relasi mahram bukan hanya menjaga kesucian keluarga, tapi juga pondasi bagi generasi masa depan yang kuat dan beradab,” pungkas Arsad.

 

Beri Perlindungan Khusus ke Korban

Komisioner KPAI Subklaster Anak Korban Pornografi dan Cyber, Kawiyan pun menuturkan, pihaknya terus berkoordinasi baik dengan Komdigi, Polri dan pihak Meta untuk dapat melacak kasus ini, di mana anak-anak yang menjadi korbannya.

 

“Anak-anak yang menjadi korban tindakan inses tersebut adalah anak yang membutuhkan perlindungan khusus, untuk mendapatkan jaminan rasa aman terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya,” kata dia saat dikonfirmasi, Selasa (20/5/2025).

 

Menurut Kawiyan, perlindungan khusus teradap anak, sebagaimana tercantum dalam Pasal 59A UU Perlindungan Anak, harus dilakukan melalui upaya:

 

•penangangan yang cepat, termasuk •pengobatan atau rehabilitasi secara fisik, •psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya;

BACA JUGA:  Kabur usai Jalani Sidang di PN Jakut, Terdakwa Jawir Ditangkap saat Temui Kekasihnya di Cikarang

•pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan;

•pemberian bantuan sosial bagi anak yang berasal dari keluarga tidak mampu;

•pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan. Tanggung jawab memberikan perlindungan khusus ini ada pada Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Lembaga negara lainnya.

 

“Polri dan Kementerian/Lembaga terkait, tidak terbatas pada, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan Kementerian Sosial (Kemensos) harus melacak, mendata, dan selanjutnya memisahkan anak-anak dari pelaku dan memberikan perlindungan khusus bagi anak korban inses,” jelas dia.

 

Selain itu, Kawiyan berharap Komdigi bersama Bareskrim meningkatkan kegiatan patroli siber untuk senantiasa waspada dan bergerak lebih cepat dan tepat melakukan blocking dan take down konten negatif dan situs atau akun yang terindikasi melanggar UU Perlindungan Anak dan UU ITE di seluruh platform media sosial.

 

“Agar konten negatif dan situs atau akun dimaksud tidak menyebar ke masyarakat luas,” kata dia.

 

Anggota Komisi III DPR Hasbiallah Ilyas menyatakan keberadaan grup Facebook bernama Fantasi Sedarah bukan hanya sekadar menyimpang, melainkan juga tindakan kriminal berat yang harus diproses hukum.

 

“Mungkin yang lain menganggap itu tindakan menyimpang dan gila, tapi menurut saya itu perilaku kriminal kelas berat yang harus dihukum seberat-beratnya, sangat berlawanan dengan Pancasila dan hukum yang berlaku di negara kita. Ini jelas tindakan kriminal,” kata dia saat dikonfirmasi, Selasa (20/5/2025).

 

Hasbiallah mendesak Polri segera menangkap cepat seluruh anggota dan aktor dibalik grup tersebut.

 

“Polri secepat mungkin melacak dan menangkap mereka. Saya minta Polri jangan ragu. Harus cepat dan tegas untuk memberikan efek jera,” kata dia.

 

Politikus PKB itu menyatakan Komisi III akan memanggil Polri untuk meminta penjelasan. “Kalau diperlukan, ya bisa Komisi III memanggil Kapolri dan Komdigi untuk mengklarifikasi,” jelas dia.

 

Senada, rekan separtainya, Abdullah menyatakan, harus ada Evaluasi pengawasan siber pasca keberadaan grup tersebut, agar tak ada yang muncul lagi.

 

“Evaluasi pengawasan siber harus dilakukan menyeluruh. Langkah ini mesti dilakukan agar instansi yang melaksanakan pengawasan siber, seperti Komdigi, Polri, BSSN dan platform sendiri tidak kecolongan lagi dari segala bentuk konten negatif dan kejahatan digital, termasuk konten pornografi dan kekerasan seksual seperti kasus grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’ dan grup serupa lainnya,” kata Abdullah saat dikonfirmasi, Selasa (20/5/2025).

 

Anggota Komisi III DPR RI ini mempertanyakan lolosnya konten negatif atau kejahatan digital yakni pornografi dan kekerasan seksual ini.

 

“Mengapa peristiwa ini berulang padahal setiap tahun ada laporan terkait konten pornografi dan kekerasan seksual di media sosial, bagaimana mekanisme dan koordinasi pencegahannya melalui forecasting yang dilakukan oleh Komdigi, Polri, BSSN dan platform sendiri?,” jelasnya.(***)

Example 600x300
error: Content is protected !!